Kerajaan dan Kesultanan Bercorak Islam di Pulau Kalimantan

Ilustrasi Sejarah Istana Kesultanan Banjar di Martapura tahun 1843. Wikimedia commons/publik domain/Neerlands-Oost-Indi. Pembuat Steven Adriaan Buddingh.

KEDATANGAN Islam di Kalimantan tidak terlepas dari jalur perdagangan di Nusantara. Menurut sejarawan Tome Pires sebagaimana dikutip dalam jurnal Islam di Kalimantan Selatan pada Abad Ke-15 sampai Abad Ke-17, menggambarkan bahwa para pedagang yang berasal dari Kalimantan membutuhkan waktu satu bulan untuk berangkat ke Malaka guna berdagang dan kembali ke Kalimantan dalam waktu satu bulan pula.

Para pedagang dari Malaka menetap setidaknya enam bulan di Kalimantan untuk menunggu angin muson barat dan timur. Selama menetap itulah para pedagang yang juga merupakan cendekiawan Islam turut menyebarkan agama Islam.

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia (2014:68), beberapa kerajaan dan kesultanan yan bercorak Islam di Kalimantan antara lain:

1. Kesultanan Pasir (1516)

Dilansir dari website Pemerintah Daerah Kabupatan Paser, Kesultanan Pasir sebelumnya bernama Kerajaan Sadurengas yang dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) bernama Putri Di Dalam Petung. Wilayahnya meliputi Kabupaten Pasir, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan sebagian Provinsi Kalimantan Selatan.

Islamisasi di Kerajaan Pasir dilakukan melalui perdagangan dan perkawinan. Salah satunya yaitu perkawinan antara Putri Di Dalam Petung dengan Abu Masyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Kesultanan Demak).

2. Kesultanan Banjar (1526-1905)

Dalam buku Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar karya Sahriansyah (2015:3-5), Pangeran Samudra merupakan raja pertama Kesultanan banjar dengan gelar Sultan Suriansyah dan merupakan raja pertama yang masuk Islam. Sebelumnya Pangeran Samudra dibantu oleh Kerajaan Demak hingga berhasil memperoleh kemenangan atas Kerajaan Negara Daha.

Wilayah Kesultanan Banjar meliputi 5 distrik besar di Kalimantan Selatan yaitu Kuripan (Amuntai), Daha (Nagara Margasari), Gagelang (Alabio), Pudak Sategal (Kalua) dan Pandan Arum (Tanjung). Pada awal abad ke-16 Kesultanan banjar bertindak sebagai wakil Kesultanan Demak di Kalimantan.

3. Kesultanan Kotawaringin (1679)

Dilansir melalui website Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan dari Kesultanan Banjar. Pada masa kepemimpinan Sultan Mustainbillah, ia memberikan daerah kekuasaan baru untuk putranya, Pangeran Adipati Antakusuma.

Keraton Kesultanan dibangun pertama kali di Kotawaringin Lama dengan nama Astana Alnusari. Selanjutnya pada tahun 1814 Keraton Kesultanan dipindahkan ke Pangkalan Bun sebagai pusat pemerintahan yang disebut dengan Keraton Kuning atau Indra Kencana.

4. Kerajaan Pagatan (1750)

Raja pertama Kerajaan Pagatan yakni La Pangewa yang digelari Kapiten laut pulo (Pulau laut) oleh Sultan Banjar. Kerajaan Pagatan yang dahulunya diserah-kuasakan oleh Sultan Banjar meliputi sebuah wilayah yang cukup luas.

Namun setelah sistem pemerintahan kerajaan Pagatan dihapuskan oleh Belanda, menjadikan wilayahnya semakin mengecil. Bahkah dewasa ini, Pagatan tak lebih dari sebuah wilayah setingkat desa yang menjadi ibukota kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Kota Baru, propinsi Kalimantan Selatan. Demikian yang tercantum dalam jurnal Strategi Budaya Orang Bugis Pagatan dalam Menjaga Identitas Kebugisan di Tengah Situasi Masyarakat Multikultur.

5. Kesultanan Sambas (1671)

Dalam website Kemendikbud, sekitar tahun 1671, Raden Sulaiman mendirikan Kesultanan Sambas. Raden Sulaiman juga merupakan sultan pertama Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Shafiuddin. Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas berada di dekat muara Sungai Teberrau yang bernama Lubuk Madung.

6. Kesultanan Kutai Kartanegara (1575)

Kutai Kartanegara mulai menjadi kerajaan Islam sejak 1575 dengan Aji Raja Mahkota Mulia Alam sebagai sultan pertamanya. Sebelumnya kerajaan ini menganut ajaran Hindu.

Berdasarkan website Dinas Pariwisata Pemkab Kutai Kartanegara, pada masa kejayaannya, Kesultanan Kutai Kartanegara memiliki beberapa wilayah otonom yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kota Samarinda, dan Kecamatan Penajam.

7. Kesultanan Berau (1400)

Dilansir melalui website Pemerintah Kabupaten Berau, kesultanan Berau didirikan sekitar abad ke-14. Raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Surya Nata Kesuma. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati.

Belanda berhasil memecah belah Kerajaan Berau dengan politik adu domba, sehingga kerajaan terpecah menjadi dua yakni Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur. Ajaran agama Islam masuk ke Berau dibawa oleh Imam Sambuayan dengan pusat penyebarannya di sekitar Sukan.

8. Kesultanan Sambaliung (1810)

Kesultanan Sambaliung merupakan pecahan dari Kesultanan Berau. Sultan pertama di Kesultanan Sambaliung adalah Raja Alam yang bergelar Alimuddin.

9. Kesultanan Gunung Tabur (1820)

Sama dengan Kesultanan Sambaliung, Kesultanan Tabur juga merupakan pecahan dari Kesultanan Berau. Sultan Muhammad Zainal Abidin merupakan sultan pertama dari Kesultanan Gunung Tabur.

10. Kesultanan Pontianak (1771)

Menurut jurnal Jejak Sejarah Kesultanan Pontianak karya Firmanto (2012), kesultanan Pontianak dikenal dengan nama Kesultanan Qadriah, karena didirikan oleh dinasti Al-Qadrie. Pendiri kesultanan ini adalah Syarif Abdurrahman Al-Qadrie.

Pada 1768 Abdurrahman Al-Qadrie menikahi putri Raja Banjar bernama Syarifah Anum atau Ratu Syahranum dan memperoleh gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam. Pernikahan ini dimaksudkan untuk memperkuat aliansi politik antara kerajaan Banjar dan Mempawah. Istana Kesultanan Pontianak berada di kawasan tepi Sungai Kapuas yang tidak jauh dari muara Sungai Landak.

11. Kesultanan Tidung (1076)

Kerajaan Tidung diperkirakan ada sejak 1076 masehi. Peralihan islamisasi Kerajaan Tidung dilakukan melalui perkawinan antara Ratu Ikenawai (pimpinan Tidung Kuno terakhir) dengan Amiril Rasyd yang diduga datang dari suku Sulu (kini termasuk wilayah Filipina). Diperkirakan lokasi kerajaan ini berpindah-pindah dari Binalatung di sesisir timur Tarakan ke Tanjung Batu dan Sungai Bidang di pesisir barat.

12. Kesultanan Bulungan (1731)

Dalam website Indonesia.go.id, Kesultanan Bulungan dipimpin oleh Datuk Mencang pada awal masa berdirinya. Wilayah kekuasaannya meliputi Bulungan, Tana Tidung, Malinau, Nunukan, Tarakan, hingga Jawi (kini Sabah) Malaysia. Pada tahun 1777 tampuk kekuasaan Kesultanan Bulungan dipegang oleh Wira Amir yang berganti nama menjadi Aji Muhammad setelah memeluk agama Islam. Aji Muhammad kemudian digelari Sultan Amirul Mukminin. **

 

Penulis: Redaksi

Satu komentar tentang “Kerajaan dan Kesultanan Bercorak Islam di Pulau Kalimantan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }