NEWS BORNEO – Anggota Komisi II DPRD Kota Bontang, Bakhtiar Wakkang, menyoroti adanya perbedaan perlakuan hukum terhadap beberapa pejabat teras Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang yang tersandung kasus narkotika.
Bakhtiar Wakkang menyatakan bahwa oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam kasus narkoba sering kali berlindung di balik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang ASN.
Menurutnya, oknum pejabat tersebut hanya dikenakan sanksi berupa pembinaan, rehabilitasi, penundaan jabatan, hingga penurunan jabatan. Kondisi ini berbeda jika yang terlibat adalah tenaga honorer, yang langsung dipecat.
“Di sini terlihat ketidakadilan. ASN yang terbukti terlibat narkoba tidak dipecat, sementara tenaga honorer dipecat. Padahal keduanya sama-sama menjadi korban narkoba,” ujar Bakhtiar Wakkang dengan tegas.
Bakhtiar Wakkang menekankan bahwa harus ada keadilan dan perlakuan hukum yang sama terhadap semua oknum yang terbukti menyalahgunakan narkotika, baik itu ASN maupun tenaga honorer.
Ia juga mendesak Pemkot Bontang untuk segera membuat Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur secara khusus sanksi bagi ASN yang terlibat narkoba, salah satunya dengan memberikan sanksi penundaan gaji selama enam bulan.
“Dengan adanya sanksi penundaan gaji selama enam bulan, akan ada efek jera yang nyata bagi para pelanggar. ASN yang lain bisa melihat bahwa keterlibatan dalam kasus narkoba tidak hanya berdampak pada penurunan jabatan, tetapi juga pada kesejahteraan mereka,” tambah Bakhtiar.
Ia berharap dengan adanya peraturan tersebut, ASN di Kota Bontang dapat lebih disiplin dan menjauhi narkoba, serta menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Jangan hanya turun jabatan saja, harus ada efek jera yang lebih kuat agar menjadi pelajaran bagi semuanya,” pungkasnya. (ADV)