newsborneo.id – Perbuatan bejat kakek di Berau berinisial SA terhadap sang cucu akhirnya terungkap. Itu usai sang cucu berinisal PU (16) yang sudah menikah awal Februari 2022 lalu melahirkan seorang bayi, Sabtu (3/9/2022) lalu.
Kondisi itu buat suami PU curiga. Hingga akhirnya sang istri mengaku jika bayi yang dilahirkannya merupakan darah daging kakeknya. Dia mengaku telah diperkosa sebelum keduanya melangsungkan pernikahan.
Mendengar pengakuan sang istri, suami PU keberatan atas perbuatan kakek SA dengan melaporkannya ke polisi.
“Pelaku sudah kami tahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Kasi Humas Polres Berau Iptu Suradi melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (24/9/2022).
Kronologinya begini. Terungkapnya perbuatan bejat SA bermula ketika korban melahirkan di RSUD dr Abdul Rivai pada awal September lalu. Selang berapa hari, korban memberikan pengakuan mengejutkan kepada suaminya.
Kepada sang suami, PU mengaku kalau bayi yang dilahirkan bukan anak dari hubungan mereka, melainkan kakeknya sendiri. Korban mengaku, kejadian persetubuhan itu dilakukan kakeknya SA di Sembakungan, Kecamatan Gunung Tabur.
Kendati mendapatkan pengakuan tersebut, suami korban lantas mencari tahu kebenaran sesungguhnya dengan mendatangi rumah sakit tempat PU melahirkan. Awalnya pelaku kurang yakin. Mengingat waktu pernikahannya baru tujuh bulan. Untuk lebih meyakinkan, suami korban mendatangi RSUD dr Abdul Rivai.
Pihak rumah sakit mengatakan kalau istrinya melahirkan secara normal dengan usia kandungan sembilan bulan. Merasa tidak terima, suami korban kemudian melaporkan SA ke Satreskrim Polres Berau.
Kakek yang sudah bau tanah itu pun diringkus tanpa perlawanan di kediamannya. Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa tidak hanya PU saja yang telah diperkosa kakek 64 tahun itu. Saudara perempuan PU, berinisial IL (14) juga korban pemerkosaan SA.
Akibat perbuatanya, SA dijerat polisi dengan Pasal 82 Ayat (1) jo Pasal 76E Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah ditetapkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kini pelaku terancam pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak lima miliar rupiah. (*)