newsborneo.id – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sani Bin Husain menilai kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini sangat membebani rakyat.
Politisi PKS ini memandang bahwa harga BBM subsidi tak seharusnya dinaikkan, mengingat ada 79 persen untuk proporsi konsumen atas Pertalite dan Solar. Selain itu, lanjutnya, ini akan memicu inflasi.
“Saya berpandangan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi tak seharusnya naik. Alasannya, kenaikkan harga pertalite dan solar yang proporsi jumlah konsumen sebesar 79 persen,” jelasnya.
“Kenaikannya juga akan memicu efek domino kenaikan harga komoditas pangan karena kenaikan ongkos transportasi. Semua berujung pada menambah beban rakyat banyak,” sambung dia.
Lebih jauh, Alumni SMAN 2 Bontang itu memprediksi, kenaikan harga ini akan berdampak luas, sebab inflasi diperkirakan akan mencapai 0.97 persen jika harga Pertalite mencapai Rp 10.000 per liternya.
“Jika kenaikan pertalite hingga mencapai Rp 10 ribu per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0.97 persen, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen. Hal tersebut akan memukul daya beli masyarakat,” paparnya.
Menanggapi alasan pemerintah pusat atas kenaikan harga ini, Sani merasa keberatan karena sepenuhnya APBN merupakan hak seluruh rakyat Indonesia yang semestinya tidak ditahan karena hanya akan menambah beban rakyat.
“Kalau alasan kenaikannya membebani APBN saya kurang setuju. APBN itu seluruhnya untuk rakyat. Ya sudah semestinya negara hadir, khususnya pada komoditas energi vital masyarakat. Bukan malah membebani rakyat dengan alasan stabilitas APBN,” tuturnya.
Lebih dalam, politisi kelahiran Bontang itu mempertanyakan rencana pemerintah melakukan pemberian BLT atau Bansos.
“Pertanyaan saya sederhana. Apakah data penerima di daerah dan di pusat sudah sinkron. Pertanyaan kedua bagaimana mekanisme masyarakat yang masuk kriteria penerima bansos tapi tidak dapat. Ke mana mereka mengadu dan siapa yang akan membayar.
Jika dua pertanyaan ini belum bisa dijawab tuntas, maka saya khawatir BLT dan Bansos akan rawan salah sasaran dan rawan penyelewengan (korupsi),” ujarnya.
“Di sini keberpihakan Pemerintah Pusat diuji. Kita lihat dalam satu minggu ke depan. Apakah mereka betul-betul berpihak pada rakyat atau hanya menjadikan masyarakat menjadi pemikul beban untuk menstabilkan APBN,” ucapnya. (ADS/DPRD SAMARINDA)