Wartawan di Balikpapan Kompak Tolak RUU tentang Penyiaran

Wartawan di Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar aksi damai penolakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Senin, 3 Juni 2024

newsborneo.idWartawan di Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar aksi damai penolakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Senin, 3 Juni 2024. Revisi tersebut dianggap akan mengkriminialisasi dan membungkam kebebasan pers, hingga kebebasan berekspresi.

Dalam keterangan tertulisnya, aksi tersebut diikuti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Balikpapan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Balikpapan. Para jurnalis menyampaikan aspirasi di Kantor DPRD dan Pemkot Balikpapan.

1. Pasal 8A ayat (1) huruf (q): KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik, yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pers, di mana kewenangan menyelesaikan sengketa pers berada di Dewan Pers.

2. Pasal 34F ayat (2) huruf (e): Penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lain wajib memverifikasi konten siarannya ke KPI sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS). Ini termasuk kreator konten di YouTube, TikTok, atau media berbasis user generated content (UGC) lainnya.

3. Pasal 50B ayat (2) huruf (c): Melarang penayangan eksklusif hasil produk jurnalistik investigasi.

4. Pasal 50B ayat (2) huruf (k): Melarang pembuatan konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.

5. Pasal 51 huruf E: Mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik berdasarkan keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan. Hal ini berpotensi menimbulkan dualisme antara Dewan Pers dan KPI dalam memutuskan aduan terkait sengketa jurnalistik.

Komunitas Pers Balikpapan, menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Menolak pembahasan RUU Penyiaran, karena cacat prosedur dan merugikan publik serta menjadi pintu masuk bagi aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kebebasan pers.

2. Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran, karena bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, penuh multi tafsir, serta dapat mengkriminalisasi pers.

3. Meminta DPR untuk melibatkan partisipasi publik dan berpedoman pada UU Pers dalam pembuatan regulasi tentang pers. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *