SAMARINDA – Lebaran akan tiba dalam hitungan pekan ke depan, namun aparatus sipil negara (ASN) Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim) dilarang mengambil cuti. Langkah ini diambil seturut dengan adendum tentang peniadaan mudik Idulfitri demi mengendalikan COVID-19.
“Iya ASN tidak boleh cuti. Mereka tak boleh keluar (kota) sebelum ada surat perintah dari atasan,” ujar Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi kepada sejumlah media, Rabu (28/4).
Maklum saja situasi pandemik COVID-19 saat ini belum sepenuhnya terkendali, meskipun angka sembuh semakin bertambah. Dari statistik yang ada, akumulasi positif corona sudah mencapai 68.322 kasus. Sementara yang sembuh dari wabah ini sebanyak 64.866 pasien, sehingga menyisakan 1.827 kasus dalam perawatan mandiri atau isolasi rumah sakit.
Sayangnya 1.629 pasien di antaranya tak bisa diselamatkan. Nah, mendukung langkah pelarangan cuti bagi PNS ini, Pemprov sudah menerbitkan Surat Edaran Gubernur Kaltim bernomor 065/1975/B.Org tertanggal 12 April 2021 yang terkait pembatasan bepergian ke luar daerah atau mudik dan tidak ada cuti ASN.
“Ini sebagai langkah antisipasi pengendalian penyebaran COVID-19 yang kerap kali meningkat usai libur panjang,” imbuh Hadi.
Lebih lanjut dia menerangkan, dalam adendum tersebut memang disebutkan mengenai regulasi sebelum dan sesudah lebaran. Mulai April ini hingga akhir Mei nanti. Dan hingga kini belum ada permintaan izin cuti yang masuk. Namun aturan cuti yang disebutkan Hadi ini khusus lingkungan Pemprov Kaltim saja.
“Kami sudah sepakat tidak akan memberikan izin cuti bagi ASN dan bila mendesak harus seizin gubernur dan wagub,” tambah Hadi lagi.
Dia menambahkan, sementara itu terkait regulasi penanganan COVID-19 jelang libur panjang Idulfitri nanti sesuai arahan Gubernur Kaltim. Tak ada pejabat publik di wilayah Kaltim yang mengadakan open house saat Idulfitri nanti. Namun untuk halalbihalal masih diberikan lampu hijau. Namun pesertanya terbatas dan menerapkan protokol kesehatan ketat.
“Arahan Pak Gub, seluruh pejabat publik di Kaltim memang tidak diperkenankan open house, karena cenderung tidak dapat terkendali, yang datang bisa menumpuk sehingga terjadi kerumunan,” pungkasnya. **
Penulis: Hendro Bas