SAMARINDA – Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim) meminta salah seorang tokoh Kesultanan Kutai Aji Muhammad Idris ditetapkan menjadi salah satu pahlawan nasional. Sultan ini gugur saat bertempur melawan pasukan VOC di Sulawesi Selatan (Sulsel) sekitar tahun 1735-1778.
“Ini tidak boleh tidak, tahun ini kita usulkan dan harus bersatu terus memperjuangkan ke Jakarta,” kata Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi seperti di akun Instagram Pemprov Kaltim, Kamis (8/5/2021).
Dinas Sosial Kaltim menggelar seminar calon pahlawan nasional asli Kaltim dari Kesultanan Kutai Sultan Aji Muhammaad Idris. Acara dilaksanakan secara luring dan daring di Hotel Bumi Senyiur Samarinda.
Seminar offline diikuti 40 peserta, termasuk anggota DPR RI (Komisi VII) H Awang Faroek Ishak, peserta online 160 orang dari Gubernur Sulsel, Bupati Wajo, OPD Provinsi Kaltim, OPD Pemkab Kukar.
Sehubungan itu, Hadi akan memastikan agar Sultan Aji Muhammad Idris terpilih menjadi pahlawan nasional. Menurutnya, pengorbanan Sultan Kutai ini sudah menjadi bukti jiwa kepahlawanan dan harus diakui secara de facto oleh negara.
Rakyat Kaltim pun diminta bersatu dalam mendesak ke pemerintah pusat tentang perjuangan Sultan Aji Muhmmad Indris. Sebelumnya, Kaltim telah beberapa kali meminta negara mengakui Sultan Kutai ini sebagai pahlawan nasional.
“Insya Allah semuanya harus berjuang agar usulan dalam tahun ini bisa berhasil, sehingga Kaltim memiliki pahlawan nasional,” ujarnya.
Sehingga, masyarakat Kaltim bisa turut merasa bangga serta mewarisi jiwa kepahlawanan Sultan Aji Muhammad Idris. Semangat patriotik ini menjadi warisan bagi seluruh generasi muda.
Pemprov Kaltim masih terus mengkaji serta mengumpulkan fakta tentang peran dan perjuangan Sultan Aji Muhammad Idris dalam melawan penjajahan VOC Belanda. Pengumpulan data dilakukan lewat pelbagai sumber dan saksi dari Kesultanan Kutai.
“Masih mengkaji dan menelusuri peran perjuangan Sultan Aji Muhammad Idris,” kata Ketua Panitia Seminar Juraidi.
Alat bukti dan keterangan saksi ini, kata Juraidi nantinya dibawa untuk disampaikan pada pemerintah pusat. Sebagai syarat pengusulan Sultan Aji Muhammad Idris sebagai pahlawan nasional dari Kaltim.
Seminar dihadiri narasumber dari Kementerian Sosial RI Drs.Joko Irianto, dan Kesultanan Kukar H Aji Bambang Imran. Selain itu, turut hadir Guru Besar Ilmu Sejarah dan Kepariwisataan Universitas Negeri Makassar Prof Andi Irma Kesuma, serta Universitas Indonesia Dr Didik Prajoko dan akademisi Nasihin S.S.M.A.
Seperti termuat dalam Wikipedia, Sultan Aji Muhammad Idris adalah Sultan ke 14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang memerintah mulai tahun 1735 hingga tahun 1778. Ia menjadi sultan pertama yang menggunakan nama Islam semenjak masuknya agama ini di Kesultanan Kutai Kartanegara memasuki abad 17.
Sultan Aji Muhammad Idris merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng asal Sulsel. Sehingga, Ia membantu mertuanya dan rakyat Bugis melawan pasukan VOC Belanda di tanah Wajo. Saat itu, kendali Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.
Dalam pertempuran melawan VOC ini, Aji Muhammad Idris gugur di medan laga. Jenazahnya hingga kini diduga masih bersemayam di Sulsel. Sepeninggal Aji Muhammad Idris, terjadi perebutan takhta kerajaan oleh Aji Kado. Putera mahkota kerajaan Aji Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo.
Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.
Seorang saksi dari silsilah Lamaddukelleng ke 8 Andi Irma Kesuma mengatakan, Kerajaan Kutai adalah kerajaan yang terbuka dan dinamis karena memiliki sungai yang cukup besar dalam sistem perdagangan. Dalam konteks kesejarahan nusantara di Indonesia, Kerajaan Hindu pertama adalah Kerajaan Kutai itu sendiri.
Memasuki abad ke XVIII, Kerajaan Kutai berubah menjadi Kesultanan Kutai menyusul masuknyaagama Islam di Kaltim. Kesultanan juga anti terhadap praktik kolonialisme dan pola perdagangan monopoli dipaksakan VOC.
Pada waktu itu, lanjut Andi Irma Kesuma, juga kelihatan bagaimana kebesaran Sultan Aji Muhammad Idris, merangkul kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Salah satunya Kerajaan Paser, dan itu suatu kekuatan yang dibangun tentang integritas dan visi perjuangannya.
“Ada pada tiga pilar yakni menyambung kembali silaturahmi kerajaan-kerajaan dalam satu visi yang sama dalam melawan kolonialisme. Kedua, kesultanan berdasarkan Islam, dan ketiga, bagaimana melawan Belanda dan sekutunya,” ujar Irma. **