Bontang, NEWSBORNEO.ID – Pemerintah Kota Bontang tak ingin tinggal diam menghadapi dua persoalan krusial: kemiskinan ekstrem dan stunting. Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, memimpin langsung rapat koordinasi pendataan masyarakat rentan, Sabtu (12/4/2025), di Auditorium Taman 3 Dimensi, Jalan Awang Long.
Pendataan ini menjadi bagian dari gerak cepat 100 hari kerja Wakil Wali Kota. Agus Haris menegaskan, proses pengumpulan data harus selesai dalam dua pekan ke depan. Bukan sekadar data biasa, melainkan data yang akan jadi pijakan utama untuk intervensi kebijakan yang lebih terarah dan berdampak nyata.
“Pendataan ini bukan hanya untuk memenuhi target administratif, tapi sebagai investasi informasi yang akan menentukan arah kebijakan sosial kita ke depan,” tegasnya.
Libatkan RT hingga Kelurahan, Pantau Langsung ke Rumah Warga
Strategi pendataan dilakukan secara menyeluruh, dari tingkat RT hingga kelurahan, dengan sistem door to door. Agus Haris ingin memastikan data yang dihimpun mencerminkan kondisi riil di lapangan. Pendekatan ini juga memberi ruang partisipasi langsung dari masyarakat dan memperkecil potensi data bias.
“Kelurahan sudah bergerak dengan data internal, tapi kami butuh validasi lapangan. Pendataan yang kuat akan menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran,” lanjutnya.
Data yang dikumpulkan tak hanya berhenti di angka. Pemkot menyiapkan sistem basis data terintegrasi yang menggabungkan aspek kesehatan, sosial, dan ketenagakerjaan. Dinas Kominfo ditunjuk sebagai koordinator utama pengelolaan data, berkolaborasi erat dengan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan dinas terkait lainnya.
Tak hanya itu, perbaikan layanan Posyandu juga jadi sorotan penting. Pemkot menargetkan penambahan dan peningkatan fasilitas di tiap kelurahan demi memperkuat pelayanan kesehatan balita dan bayi—kunci utama menekan angka stunting.
Lebih dari itu, data ini juga akan digunakan untuk merancang strategi penanggulangan pengangguran. Pemkot berencana menggelar pertemuan lanjutan bersama Dinas Ketenagakerjaan dan perusahaan-perusahaan di Bontang guna menyelaraskan kebutuhan tenaga kerja dengan kondisi masyarakat.
“Ini momentum untuk membangun sistem penyerapan tenaga kerja yang berbasis data, bukan asumsi. Kita ingin perusahaan juga punya gambaran jelas soal potensi lokal,” ungkap Agus Haris. (*)