BALIKPAPAN – Polemik rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Minyak mulai mendapat sorotan. Ketua DPRD Balikpapan, Alwi Al Qadri, dengan tegas menyatakan sikapnya.
Ia menolak jika kebijakan itu membebani masyarakat kecil.
“Kalau untuk masyarakat, saya tidak sepakat ada kenaikan. Jangan sampai Balikpapan jadi Pati kedua,” tegas Alwi, Rabu (20/8). Pernyataannya merujuk kasus di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sempat ricuh akibat kenaikan PBB.
Menurut Alwi, pemerintah kota bersama DPRD harus benar-benar mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat sebelum menaikkan tarif pajak.
“Salah satunya jangan menaikkan PBB. Itu yang harus jadi perhatian,” katanya.
Ia menilai, ada banyak cara lain untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa harus mengorbankan warga.
“Bagaimana caranya menaikkan PAD itu harus kita pikirkan bersama. BPPDRD harus bisa menyiasati,” ujarnya.
Meski menolak kenaikan PBB untuk masyarakat, Alwi tidak menutup kemungkinan adanya penyesuaian tarif untuk sektor usaha.
Menurutnya, dampak kenaikan pajak pada perusahaan besar tentu berbeda dengan warga kecil.
“Kalau perusahaan besar, apalagi dari luar, saya pikir tidak akan begitu berpengaruh pada keuangan mereka. Tapi kalau masyarakat, dampaknya sangat terasa,” sebutnya.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, menjelaskan bahwa yang dilakukan pemerintah bukanlah kenaikan menyeluruh, melainkan penyesuaian.
“Kita menyesuaikan karena ada beberapa lokasi yang memang perlu ada perubahan,” terang Bagus.
Penyesuaian yang dimaksud adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Itu hanya berlaku di kawasan tertentu, terutama wilayah komersial.
“Jadi tidak semuanya sama. Hanya daerah tertentu saja,” katanya.
Bagus menambahkan, kebijakan ini sudah sepengetahuan DPRD Balikpapan.
“Karena DPRD itu perwakilan rakyat. Kalau ditanya per lurah satu per satu, tidak akan selesai,” pungkasnya. (SR/PRA)
Tidak ada komentar