Wacana Hotel Bintang Lima di Lahan Rujab Wali Kota Bontang: Prestise atau Strategis?

Redaksi
4 Agu 2025 19:41
2 menit membaca

BONTANG – Wacana menjadikan lahan Rumah Jabatan (Rujab) Wali Kota Bontang sebagai hotel berbintang lima terus menuai pro dan kontra. Belum ada keputusan resmi, tetapi polemiknya sudah mengemuka di ruang publik.

Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, menegaskan bahwa rencana itu masih dalam tahap ide awal. Ia menyebut, semua akan bergantung pada hasil kajian menyeluruh.

“Kalau tidak layak, ya kita tidak bangun. Sesederhana itu,” ujar Agus saat ditemui usai kegiatan Bapenda Mengajar di SMAN 1 Bontang, Senin (4/8/2025).

Menurutnya, pemerintah tidak akan gegabah. Kajian akan dilakukan dari berbagai aspek, termasuk kelayakan ekonomi, dampak sosial, hingga kesesuaian dengan tata ruang kota.

“Namanya baru ide. Tapi harus dikaji dulu. Semua masukan dari akademisi, aktivis, hingga masyarakat akan ditampung. Supaya perencanaannya matang,” ucapnya.

Lahan Rujab diketahui bukan hanya tempat tinggal kepala daerah. Di sana juga terdapat kantor kecamatan dan sejumlah layanan publik.

“Ini juga jadi pertimbangan. Karena bukan sekadar rumah jabatan,” tambah Agus.

Meski begitu, Agus melihat potensi besar jika hotel berbintang lima benar-benar dibangun di kawasan tersebut. Ia menyebut, proyek ini bisa menjadi langkah strategis menyambut hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) dan rencana jalan tol yang akan memperpendek akses ke Bontang.

“Kalau nanti tol sudah ada, tapi Bontang tidak punya hotel representatif, wisatawan pasti mampirnya ke Samarinda. Apalagi cuma 30 menit dari sini. Uangnya habis di sana, bukan di Bontang,” sindirnya.

Agus mencontohkan, saat pejabat kementerian berkunjung ke Bontang, mereka sering langsung pulang usai acara. Salah satu alasannya, belum tersedia hotel dengan standar tinggi.

“Kalau fasilitasnya memadai, orang akan betah. Pariwisata berkembang, inflasi bisa ditekan,” katanya.

Ia pun menilai, keberadaan satu hotel saja tidak cukup. Wisatawan membutuhkan lebih banyak pilihan akomodasi, sesuai kebutuhan dan standar kenyamanan.

“Wisatawan itu sebelum datang, pasti cari-cari pilihan hotel. Makanya kita pikirkan lebih dari satu hotel berbintang,” ujarnya.

Hotel yang sudah ada di Bontang, seperti Grand Mutiara (sebelumnya Oak Tree), juga akan masuk dalam peta kajian. Pemerintah ingin melihat semua potensi yang ada sebelum memutuskan langkah selanjutnya.

Meski dukungan mulai terdengar, Agus menegaskan bahwa semua pendapat akan dipertimbangkan—baik yang pro maupun kontra.

“Kita dengar semua pendapat. Supaya kalau jadi dibangun, itu benar-benar bermanfaat,” tegasnya.

Ia berharap masyarakat bisa melihat rencana ini sebagai investasi jangka panjang. Menurutnya, Bontang harus bersiap menyambut peluang besar sebagai daerah penyangga IKN.

“Kita tidak ingin Bontang tertinggal. Kota ini harus siap bersaing dan berkembang,” pungkas Agus. (FR)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }