newsborneo.id – Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, meminta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) agar setidaknya 50% keuangan negara diserahkan dan dikelola oleh daerah.
Alasannya karena segala pengelolaan pembangunan ada di daerah, termasuk juga sumber pendapatan negara sebagian besar didapatkan dari daerah. Isran juga mengatakan sebenarnya keuangan di daerah sebagian besar merupakan kewenangan di daerah.
Sedangkan pusat, kata Isran, hanya mengelola beberapa kementerian, lembaga, termasuk hal-hal terkait dengan utang negara. Namun yang terjadi dalam hal pengelolaan keuangan, yang dikelola pusat lebih besar dari pada daerah.
“Nah bagaimana kita akan mendapatkan sumber pembiayaan yang memadai kalau sumber keuangan ini kita sangat memiliki ketergantungan dengan keuangan dana transfer ke daerah. Saya melihat di China anggaran yang didaerahkan itu 70% lebih untuk daerah. Jika di Indonesia sebaliknya. Hanya 30% saja yang dikelola oleh daerah,” kata Irsan dalam rapat kerja virtual bersama komisi XI DPR RI, Kamis (8/7).
Selain itu, Irsan berpendapat RUU HKPD ini tidak jauh berbeda dengan UU Perimbangan Pusat dan Daerah. Menurutnya jangan sampai karena tidak bisa mewujudkan UU Perimbangan Pusat dan Daerah sehingga pemerintah merubahnya ke RUU HKPD tersebut.
Seperti yang sudah diketahui, RUU HKPD ini di usung oleh Kementrian Keuangan guna mendorong pemerataan kesejahteraan ekonomi daerah.
Anggota Komisi XI DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa menilai RUU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) tidak memiliki kemajuan signifikan dan nantinya bernasib sama seperti UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Sebab menurutnya, dasar pembentukan aturan tersebut tidak berangkat dari landasan filosofis, fundamental, dan konsitusional sebagaimana mestinya.
“UU HKPD tidak memberi kemajuan apa-apa kalau anggaran-anggarannya masih tetap ada di Kementerian/Lembaga, masih tetap di Jakarta. Padahal rakyat itu ada dari Sabang sampai Merauke. Kalau uang (Dana Bagi Hasil) itu ditransfer ke 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota maka akan menumbuhkan pelaku ekonomi baru di daerah,” kata Agun dilansir dari laman dpr.go.id.
Lebih lanjut, politisi Fraksi Golkar itu berpendapat, jika keuangan pusat-daerah hanya berbicara pada tataran angka-angka dan tanpa memikirkan landasan filosofis dan tujuannya, maka tidak ada langkah maju yang spesifik.
Sebab, RUU HKPD tidak hanya berdasarkan pada ketimpangan fiskal tetapi juga karena masih adanya ketimpangan layanan yang tidak merata di daerah-daerah di Indonesia.
“Sesuai aturan fungsi K/L urusannya hanya membuat kebijakan yang pelaksanaan teknisnya oleh daerah. Kenyataannya program mereka masih dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK), yang semuanya masih sentralistik di Jakarta. Menurut hemat saya, uangnya harus betul-betul turun ke daerah bahkan tidak ada lagi uang yang masih ada di K/L teknis,” sambungnya.
RUU HKPD dirancang pemerintah semata-mata untuk mempercepat perbaikan dan pemerataan layanan publik di seluruh pelosok Indonesia.
Sebab hingga saat ini belum terlihat adanya lompatan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang signifikan meski anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) terus meningkat sejak 20 tahun terakhir. [kn|ds]