Bontang Raih Predikat Kota Layak Anak, Tapi 64 Kasus Kekerasan Terjadi selama 6 Bulan

Redaksi
9 Agu 2025 18:19
2 menit membaca

BONTANG – Alarm darurat kembali terdengar di Kota Bontang. Dalam enam bulan pertama 2025, tercatat 64 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Data ini diungkap Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Bontang. Dari total kasus tersebut, 16 menimpa perempuan. Sisanya, 48 kasus dialami anak-anak.

Plt Kabid Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Khusus Anak DP3AKB Bontang, Trully Tisna Milasari, menyebut sebagian besar kekerasan terjadi di luar lingkungan sekolah.

“Artinya, ruang publik di Bontang belum sepenuhnya aman,” ujarnya.

Trully mengingatkan bahwa kekerasan kerap terjadi tanpa disadari lingkungan sekitar. Karena itu, masyarakat perlu lebih peduli dan sigap melindungi.

“Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu kesadaran kolektif, mulai dari pelaporan kasus, dukungan bagi korban, hingga edukasi pencegahan,” katanya.

Ia menyoroti pandangan keliru yang menganggap kekerasan sebagai urusan pribadi. Padahal, itu adalah pelanggaran hak asasi manusia.

“Edukasi publik menjadi kunci untuk mengikis budaya permisif. Terutama jika pelaku berasal dari lingkar terdekat korban,” tegasnya.

Guna mencegah kekerasan, DP3AKB menggencarkan program edukatif dengan melibatkan komunitas dan warga. Kampanye anti kekerasan ini juga mendorong masyarakat memanfaatkan kanal pelaporan yang tersedia di tingkat kelurahan dan sekolah.

“Pencegahan tidak cukup dari atas ke bawah. Lingkungan yang peduli adalah pagar pertama bagi perempuan dan anak dari kekerasan,” tutup Trully.

Bontang Raih Predikat Kota Layak Anak

Di tengah ancaman kekerasan itu, Bontang baru saja meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Tingkat Utama 2025 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI, Jumat (8/8/2025).

Bagi Wali Kota Neni Moerniaeni, penghargaan ini adalah pengakuan atas komitmen bersama dalam memenuhi hak-hak anak.

“Ini kebanggaan bagi Bontang. Tapi yang utama adalah bagaimana kita konsisten memenuhi hak anak—hak bermain, belajar, mendapatkan kasih sayang, ruang terbuka yang layak, dan pendidikan yang baik,” ujarnya.

Meski meraih prestasi tinggi, Neni mengakui masih banyak yang harus dibenahi. Ia mengajak seluruh orang tua dan masyarakat untuk menjaga komitmen itu.

“Anak adalah aset bangsa yang harus dijaga dan dipenuhi kebutuhannya. Anak-anak harus bahagia,” tegasnya. [DIAS]

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }