BONTANG – Wali Kota Bontang, Neni Moernaeni, meluruskan isu bahwa pemerintah kota menutup pintu bagi warga luar daerah untuk bekerja di Bontang. Isu ini mencuat terutama dari warga perbatasan Sidrap, yang ber-KTP Kutai Timur (Kutim).
Menurut Neni, aturan dalam Peraturan Daerah (Perda) Bontang Nomor 10 Tahun 2018 tentang Ketenagakerjaan tidak melarang total pekerja dari luar daerah. Aturan itu hanya mewajibkan 75 persen kuota lowongan kerja diisi oleh pencari kerja ber-KTP Bontang.
“Sisanya 25 persen terbuka untuk siapa saja, termasuk warga Kutim. Jadi jangan salah paham. Kami tetap memberi kesempatan,” tegas Neni saat menghadiri Forum Mediasi Warga Sidrap, Senin (11/8/2025).
Neni menjelaskan, pembatasan kuota pekerja lokal ini diperlukan untuk melindungi peluang kerja warga Bontang. Tanpa aturan itu, arus pencari kerja dari luar bisa membanjiri Bontang dan mengurangi kesempatan warga setempat.
“Ini bagian dari komitmen kami membangun kota. Kami tidak ingin warga Bontang hanya jadi penonton di rumah sendiri,” ujarnya.
Wali kota juga mengungkapkan alasan Pemkot Bontang mengusulkan kepada Pemkab Kutim untuk melepas 164 hektare wilayah di tujuh RT perbatasan. Langkah itu semata-mata untuk mendekatkan pelayanan publik bagi warga Sidrap, yang secara geografis lebih dekat ke Bontang.
“Secara de jure memang masuk Kutim. Tapi secara de facto, aktivitas mereka banyak di Bontang. Kami hanya ingin mempermudah pelayanan sesuai Standar Pelayanan Minimum (SPM),” jelasnya.
Sebelumnya, Edy Setiawan, warga Desa Martadinata, mengeluhkan syarat lamaran kerja di Bontang yang mewajibkan KTP setempat. Menurutnya, hal itu tidak adil mengingat banyak warga Bontang yang bekerja di perusahaan tambang di Kutim tanpa hambatan serupa.
“Kalau seperti ini, apa kami perlu melarang juga warga Bontang bekerja di Kutim?” kata Edy.
Keluhan juga datang dari Kepala Desa Martadinata, Sutrisno. Ia menyoroti aturan zonasi sekolah yang mempersulit anak-anak warga perbatasan bersekolah di Bontang. Identitas KTP menjadi syarat mutlak, sementara jarak sekolah di Kutim terlalu jauh.
“Kami harap Gubernur Kaltim bisa turun tangan melalui Disdikbud Provinsi. Supaya anak-anak kami tetap bisa sekolah di Bontang,” ujarnya. (FR)
Tidak ada komentar