SANGATTA – Perekrutan perangkat desa di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih menyisakan persoalan. Hingga kini, seluruh prosesnya berada di bawah kendali penuh kepala desa (kades).
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kutim, Muhammad Basuni, mengatakan, kewenangan kades dalam urusan ini nyaris tanpa batas. Pasalnya, belum ada regulasi yang mengatur tata cara perekrutan perangkat desa secara rinci.
“Semua kewenangan ada di kades. Persyaratan yang ada sifatnya masih sangat umum, belum ada standar yang mengikat,” ujar Basuni, Senin (11/8/2025).
Ketiadaan aturan baku membuat seleksi, pengangkatan, hingga pemberhentian aparatur desa berjalan tanpa rambu yang pasti. Kondisi ini dinilai rawan memicu intervensi dan politisasi jabatan, terutama saat pergantian kepemimpinan desa.
Menurut Basuni, absennya sistem perlindungan membuat posisi perangkat desa sangat rentan. Mereka bisa kehilangan jabatan kapan saja, tanpa dasar hukum yang kuat.
“Keberlangsungan pemerintahan desa sangat bergantung pada aparatur yang berpengalaman. Kalau mereka mudah diberhentikan, administrasi bisa terganggu,” jelasnya.
DPMPD Kutim kini tengah merumuskan aturan baru. Targetnya, perangkat desa mendapat perlindungan hukum yang jelas, sehingga tidak mudah terpengaruh kepentingan politik.
“Kami ingin ada payung hukum agar perangkat desa aman dari intervensi. Jadi, mereka bisa fokus bekerja,” tegas Basuni.
Selain masalah regulasi, Basuni juga menyoroti kualitas sumber daya manusia (SDM) perangkat desa. Pemahaman soal administrasi dan tata kelola keuangan desa dinilai masih rendah.
Hal ini kerap menjadi kendala dalam menjalankan program pemerintah di tingkat desa, terutama dalam pengelolaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan.
“Tentu ini akan menjadi sulit, apalagi kalau menyangkut laporan keuangan,” pungkasnya. (HAF)
Tidak ada komentar