SANGATTA – Musim kemarau tiba, ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kembali menghantui Kutai Timur (Kutim). Dari 18 kecamatan, tiga di antaranya masuk kategori risiko tinggi: Muara Wahau, Bengalon, dan Kaliorang.
Sisanya, 15 kecamatan lain, berada pada kategori sedang. Meski begitu, kewaspadaan tetap harus dipasang penuh.
Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menegaskan, Karhutla adalah bencana yang paling sering melanda wilayahnya. Data kajian risiko bencana Kutai Timur 2024–2028 menempatkan Karhutla di peringkat pertama dalam daftar kejadian bencana terbanyak.
“Kita sedang berada di puncak musim kemarau. Potensi Karhutla bisa meningkat signifikan,” ujarnya saat memimpin apel gelar pasukan antisipasi Karhutla di Sangatta, Rabu (13/8).
Ardiansyah menekankan pentingnya koordinasi semua pihak. Bukan hanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), tetapi juga Polri, TNI, dan instansi terkait lainnya.
Ia meminta seluruh pasukan siaga Karhutla tak hanya fokus di tiga kecamatan berisiko tinggi, tetapi juga melakukan sosialisasi pencegahan ke seluruh wilayah Kutim.
“Kebakaran hutan dan lahan tidak mengenal batas wilayah. Karena itu, semua harus ikut menjaga,” katanya.
Bupati juga menekankan pentingnya respons cepat. Menurutnya, penanganan Karhutla harus dilakukan secara cepat, tepat, dan sesuai prosedur.
“Jangan menunggu api membesar baru bergerak. Begitu ada tanda-tanda kebakaran, langsung padamkan,” tegasnya.
Selain penanganan teknis di lapangan, edukasi kepada masyarakat menjadi langkah penting. Pemkab Kutim ingin warga paham bahwa Karhutla bisa dicegah, salah satunya dengan tidak membakar lahan sembarangan.
Ardiansyah berharap, langkah-langkah preventif ini mampu menekan jumlah kejadian Karhutla di Kutim.
“Kalau semua kompak, risiko ini bisa kita kendalikan,” pungkasnya. (HAF)
Tidak ada komentar