SAMARINDA – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur (Kaltim) memperketat pengawasan terhadap pembayaran tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja. Kepala Disnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi, menegaskan bahwa perusahaan wajib membayar THR paling lambat H-7 Lebaran atau 24 Maret 2025 sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016.
“Sesuai dengan Permenaker, H-7 itu kewajiban. Kami minta para pengusaha sudah membayarkan THR sebelum batas waktu tersebut,” ujar Rozani, Senin (10/3/2025).
Rozani menjelaskan bahwa perhitungan THR tahun ini masih mengacu pada aturan sebelumnya. Pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan penuh berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji pokok. Sementara bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, perhitungan dilakukan secara proporsional.
“Yang baru masuk itu prorata, masa kerja dibagi 12 bulan dikali upah tetap yang diterima. Jika ada tunjangan tetap, maka dihitung sebagai upah plus tunjangan tetap,” terangnya.
Untuk memastikan kepatuhan perusahaan, Disnakertrans Kaltim telah membuka Posko Pengaduan THR dan melakukan pengawasan aktif. Jika ditemukan perusahaan yang belum membayarkan THR mendekati batas waktu, pihaknya akan memberikan pembinaan.
“Umumnya kewajiban tersebut sudah dilaksanakan dengan baik. Tahun sebelumnya ada beberapa aduan, tetapi tidak berdasar, misalnya pekerja yang sudah terkena PHK sebelumnya namun baru bertanya soal THR,” ungkap Rozani.
Aduan yang masuk tidak hanya berasal dari pekerja tetap, tetapi juga dari pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) serta pekerja kemitraan. Rozani menegaskan bahwa pekerja tetap dan PKWT berhak menerima THR, sementara pekerja lepas yang tidak memiliki perjanjian tertulis tidak termasuk dalam ketentuan ini. Namun, pengusaha tetap diperbolehkan memberikan THR kepada pekerja lepas jika memiliki hubungan kerja yang jelas sesuai kebijakan perusahaan.
“Yang penting masih ada hubungan kerja, ada pemberi upah, ada pemberi kerja, dan ada penerima kerja. Selama hubungan itu ada, sebaiknya memang dibayarkan THR,” tambahnya.
Berdasarkan Permenaker 6/2016, perusahaan yang terlambat membayar THR akan dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR yang wajib dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban. Denda ini tidak menghapus kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja.
Selain denda, pengusaha yang tidak membayar THR juga akan dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 79 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Sanksi tersebut mencakup teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami