Teluk Balikpapan Tercemar, Nelayan Tradisional Terdesak Aktivitas Batu Bara

Redaksi
4 Agu 2025 17:21
2 menit membaca

BALIKPAPAN — Hidup nelayan tradisional di pesisir Balikpapan kian terjepit. Laut yang dulu jadi tumpuan hidup, kini tercemar limbah dan makin sempit ruang tangkapnya. Semua terjadi akibat aktivitas bongkar muat batu bara di Teluk Balikpapan yang terus meluas.

Aktivitas Ship to Ship (STS)—pemindahan batu bara dari satu kapal ke kapal lain di tengah laut—jadi sorotan utama. Limbahnya merusak ekosistem. Sampah, batu bara, hingga ban kapal mengendap di dasar laut, mencemari habitat ikan, udang, dan kerang.

“Setiap melaut, nelayan sering temukan batu bara dan limbah. Hasil tangkapan turun drastis,” ujar Fadlan, Ketua Gerakan Nelayan Balikpapan (Ganeba), Senin (4/8).

Pencemaran ini berdampak langsung pada kerusakan alat tangkap dan penurunan kualitas hasil laut. Tak jarang, nelayan menjaring ikan bercampur potongan batu bara. Harga jual turun. Sementara biaya operasional tetap tinggi.

“Pendapatan berkurang, tapi solar, es, dan logistik tetap harus dibeli,” keluh Fadlan.

Tak hanya limbah, nelayan juga menghadapi masalah lain: penyempitan wilayah tangkap. Penetapan zona pelabuhan dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) membuat ruang gerak mereka makin terbatas.

“Dulu bisa melaut sebulan penuh. Sekarang, satu-dua minggu saja sudah balik. Ikan makin sedikit, area makin sempit,” katanya.

Pada akhir 2024, Kelompok Kerja (Pokja) Pesisir bersama nelayan menggugat Kementerian Perhubungan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka menolak perluasan zona bongkar muat kapal yang merambah ke wilayah tangkap nelayan.

Ganeba ikut menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Alhamdulillah, gugatan kami dikabulkan. Pengadilan menyatakan perluasan pelabuhan itu merugikan nelayan dan tidak sesuai kepentingan masyarakat pesisir,” ungkap Fadlan.

Putusan ini dianggap sebagai kemenangan moral bagi nelayan tradisional Balikpapan. Namun perjuangan belum usai.

Ganeba kini mendesak pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk meninjau ulang kebijakan zonasi laut, terutama yang bertabrakan dengan kepentingan nelayan. Mereka juga meminta agar semua aktivitas bongkar muat batu bara dihentikan dari wilayah tangkap nelayan.

“Harapan kami, jangan ada lagi pelabuhan batu bara di area tangkap. Nelayan hanya minta laut tetap bersih dan bisa melaut dengan tenang,” tegas Fadlan.

Meski terdesak, para nelayan pesisir Balikpapan masih berusaha bertahan. Mereka tak ingin meninggalkan laut, satu-satunya sumber penghidupan yang mereka kenal. (SR)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }