DPRD Samarinda Ingatkan Soal Kerawanan Penyaluran Bansos dan BLT

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sani Bin Husain

newsborneo.id – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sani Bin Husain mengingatkan kerawanan penyaluran Bansos dan Bantuan Langsung Tunai (BLT)

DPRD Samarinda khawatir terhadap penyaluran BLT dan Bantuan Sosial (Bansos) semisal jika bantuan tersebut salah sasaran atau rawan penyelewengan.

“Apakah data penerima di daerah dan di pusat sudah sinkron? Kedua, bagaimana mekanisme masyarakat yang masuk kriteria penerima bansos, tapi tidak dapat? K emana mereka mengadu dan siapa yang akan membayar?” ucapnya bertanya-tanya.

Menurutnya, ini akan menimbulkan masalah dan kecurigaan tentang aspek keadilan dalam penyalurannya. Apalagi ini juga terindikasi membebani APBD.

Pasalnya Pemerintah Pusat mewajibkan pemanfaatan anggaran pemerintah daerah untuk bantuan sosial ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022.

Selain itu, dana BLT BBM juga bisa diambil dari dana desa yang direalokasikan dari Dana Desa. Dasarnya, Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 mewajibkan alokasi 40 persen dari Dana Desa untuk BLT.

“Kedua-duanya jelas kembali membebani daerah. Saya pribadi saat ini sangat prihatin, banyak sekali kebijakan pusat yang pembiayaannya ditanggung oleh APBD tanpa diiringi peningkatan DID, dana perimbangan yang sepadan,” ujarnya.

Menurutnya, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) menyisakan persoalan sinkronisasi data penerima di daerah dan di pusat.

Selain itu, masih belum ada kejelasan mekanisme untuk mengatur warga yang berhak menerima, tetapi masih belum masuk ke dalam data penerima.

“Keberpihakan pemerintah pusat diuji. Apakah mereka betul-betul berpihak pada rakyat atau hanya menjadikan masyarakat menjadi pemikul beban untuk menstabilkan APBN,” ujarnya.

Lebih jauh ia mempertanyakan apakah bantuan ini sepadan. “Jika bantuan diberikan Rp 600 ribu selama 4 bulan, maka per bulan masyarakat mendapatkan Rp 150 ribu. Ini artinya per hari bantuan hanya Rp 5.000 alias goceng,” jelasnya.

Wakil Ketua komisi IV ini mengungkapkan, bantuan yang diberikan pemerintah jelas terlalu kecil. “Karena pengeluaran untuk transportasi ditambah harga pangan yang ikut naik tentu lebih dari Rp 5.000 per hari,” kata dia saat diwawancara Rabu (14/9/2022).

Dia menjelaskan, jika harga BBM naik 30 persen, artinya pengeluaran harian bisa naik setinggi itu rata-rata apalagi di perkotaan.

“Bansos juga hanya menyasar orang miskin, bagaimana dengan kelas menengah rentan yang belum di-cover oleh bansos,” kata Sani. (ADS/DPRD SAMARINDA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }