Bontang Dorong Masjid Inklusif, Gelar Pelatihan Guru untuk Penyandang Disabilitas Sensorik

Redaksi
4 Agu 2025 07:40
2 menit membaca

BONTANG — Komitmen Kota Bontang dalam mewujudkan pendidikan agama yang inklusif terus mendapat sorotan positif. Salah satunya diwujudkan lewat Pelatihan Guru dan Tenaga Pendidik bagi Penyandang Disabilitas Sensorik yang digelar selama dua hari, 2–3 Agustus 2025, di Hotel Andika Bontang.

Kegiatan ini hasil kolaborasi antara Pemerintah Kota Bontang, Dewan Masjid Indonesia (DMI), PKPK Indonesia, dan BAZNAS. Sebanyak 33 peserta ikut ambil bagian, mulai dari guru SLB, komunitas tuli, hingga perwakilan lembaga pendidikan dari Bontang dan Sangatta.

Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, menegaskan pentingnya memberikan kesempatan belajar agama yang setara bagi penyandang disabilitas.

“Justru kita yang punya fisik sempurna harusnya malu kalau malas belajar agama. Teman-teman disabilitas saja begitu gigih dan semangat,” ujarnya di hadapan peserta pelatihan.

Neni juga mengungkapkan bahwa dari 944 penyandang disabilitas yang tercatat di Bontang, 771 orang masih aktif dan layak mendapat perhatian lebih dari berbagai sektor, termasuk sektor keagamaan.

Sebagai bentuk kepedulian, ia menyerahkan bantuan uang transportasi kepada 10 peserta pelatihan secara langsung.

Dukungan Pemkot Bontang dalam program inklusif ini menuai pujian dari Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI). Menurut DMI, pelatihan serupa sebelumnya telah dilakukan di Surabaya dan Kuningan, namun Bontang dinilai paling istimewa.

“Dukungan dari wali kota dan semua pihak di Bontang luar biasa. Ini pelatihan paling inklusif yang pernah kami gelar,” ujar perwakilan DMI.

Dalam acara ini juga disorot Masjid Asyuhada yang sebelumnya dikenal sebagai masjid ramah anak. Kini, masjid tersebut tengah dikembangkan menjadi masjid inklusif untuk penyandang disabilitas.

“Kami ingin menjadikan Masjid Asyuhada sebagai contoh nasional. Setelah ramah anak, sekarang jadi masjid ramah disabilitas,” tambahnya.

Pelatihan ini tidak hanya meningkatkan kapasitas para pendidik, tetapi juga membuka jalan bagi program-program lanjutan yang mendukung hadirnya masjid sebagai ruang belajar terbuka untuk semua kalangan, tanpa terkecuali.

Pemerintah berharap, kolaborasi antara pemangku kepentingan, lembaga keagamaan, dan masyarakat dapat terus diperkuat demi mewujudkan pendidikan agama yang inklusif, adil, dan manusiawi. (RE/DIAS)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }