KISAH tentang Eril, anak lelaki kesayangan kami. Hakekatnya adalah cerita tentang kita semua. Hakekat bahwa semua dari kita, pasti akan pulang. Dengan waktu, tempat dan cara yang kita tidak akan pernah selalu tahu.
Hidup di dunia ini sesungguhnya adalah tentang perjalanan bukan tujuan. Dan seperti cerita setiap perjalanan, kisah selalu dimulai dari sebuah titik awal. Dan kisah akan selesai di sebuah titik akhir. Dan untuk setiap yang datang, pasti akan ada saatnya untuk kembali pulang.
Agar perjalanan selamat, maka petunjuk jalan dan bekalnya harus kita siapkan. Petunjuk jalan adalah keimanan. Bekal perjalanan adalah anafauhum linnas, yaitu tas berisi pahala amal-amal kebaikan kita.
Itulah hakekat cerita Ananda Eril.
Kami sekeluarga sudah mengikhlaskan, bahwa sesungguhnya ia sudah selesai dengan perjalanannya. Paripurna hidupnya dengan segala amalnya. Ia berpulang kepada pemilik sesungguhnya sesuai jadwalnya.
Jadwal yang sudah tertulis di kitab takdir Allah yaitu Lauhul Mahfudz.
Seandainya kami bisa bertukar tempat. Seandainya. Pastilah itu yang setiap orang tua akan lakukan.
Namun, logika manusia tidak sama dengan ketetapan takdir. Dan jika terdengar cucuran tangis ibunya setiap malam, dan raungan tak bersuara ayahnya, itu semata karena hati kami hancur berkeping-keping.
Saat ini kami sedang menggapai tali keimanan dan keikhlasan, agar bisa memandu kami beradaptasi terhadap takdir ini.
Kami meyakini, sesunggunya ada dua cara menilai panjang pendek umur manusia. Yang pertama, menilai dengan panjangnya umur biologis yang dihitung dengan bulan atau tahun. Itu kebiasaan kita.
Namun, ada cara kedua, yaitu menghitung berapa panjangnya, lamanya dan besarnya amal kebaikannya saat ia hidup di dunia fana ini.
Ananda Emmeril Khan Mumtadz, mungkin umur biologisnya hanya 23 tahun, namun dengan luasnya amal kebaikan, insya Allah ia pergi dalam panjang umur.
Ia lahir 25 Juni 1999, di New York, dan berpulang di Bern 24 Mei 2022, saat ia dalam misi berikhtiar mencari sekolah S2.
Tidaklah penting kita lahir dan pulang di mana.. Karena sesungguhnya semua tempat di dunia ini adalah bumi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Eril, kamu niatnya pergi mencari ilmu dan pelajaran, malah akhirnya, kamu yang memberi ilmu dan pelajaran kepada kami semua.
Dear Eril, ayahmu ini baru tahu, bukan hanya ratusan atau ribuan, tapi juga jutaan yang mendoakanmu Ril. Dari anak-anak yatim di desa-desa, tukang ojek dan becak di belokan jalan kota, sampai ulama-ulama di Palestina.
Dari mereka yang dekat dengan hatimu sampai mereka yang sama sekali tidak mengenalmu.
Mungkin ini karena kebaikanmu membelikan baju lebaran kepada anak-anak yatim itu. Atau karena kebaikanmu ngasih THR dari uangmu sendiri kepada satpam-satpam itu, Ril?
Mungkin ini pahala kesabaranmu, saat tidak semua maumu kami berikan walau kami mampu. Sehingga, kamu harus bekerja sambilan sambil kuliah.. Ril?
Mungkin ini balasan dari doa-doa malammu, dan akhlak muliamu yang selalu menebar senyum penuh radiasi bahagia itu Ril?
Mungkin ini buah dari saat kamu hujan-hujan memimpin anak-anak muda membagikan sedekah kepada panti asuhan dan duafa-duafa itu Ril?
Mungkin ini berkah dari kebaikanmu melindungi sesama manusia di sekelilingmu Ril? Bahkan di saat kejadian itu, kamu selamatkan ibumu dengan melarangnya masuk ke sungai dan kamu relakan pelampung itu untuk adikmu.
Kamu sejatinya adalah pahlawan.
Sungguh kamu diam-diam ternyata sudah menyimpan bekal untuk perjalanan pulang itu Ril.. Masya Allah.
Dan tenanglah dimanapun kamu berada Ril, sesungguhnya, ridhallahu fi ridhawalidain. Ridha allah akan menyertaimu sekarang, karena kami, kedua orangtuamu sudah ikhlas dan rida melepas kepulanganmu.
Walau suatu saat nanti kami ingin berseru, “Allahu akbar!” jika suatu hari Allah izinkan pertemukan kami dengan jasadmu.
Jika ada dosa dari kami selama ini, kami mohon maaf kepadamu atas segala kekurangan kami, demikian pula sebaliknya. Apapun itu. Agar kamu tenang bersamanya.
Teriring doa kami di setiap helaan napas dan tetas air mata ini untukmu anakku.
Sungai Aare akan terang benderang, karena jutaan doa-doa ini, akan menjadi cahaya yang menerangi ketenangan tempatmu sekarang Ril.
Sampai kita berjumpa lagi, saat kamu bukakan pintu gerbang itu.
Jadi Kapan Kita Pulang?
Kita tidak akan pernah tahu.
Namun, jika panggilan pulang itu datang, pastikan bekal itu cukup.
Bern, Swiss 2 Juni 2022
Ridwan Kamil
A Proud Father of Emmeril Khan Mumtadz.