BALIKPAPAN – Belakangan masyarakat dihebohkan dengan terungkapnya kasus penggunaan alat tes rapid antigen bekas di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara. Alat tes yang didaur ulang tersebut digunakan untuk memeriksa calon penumpang.
Melihat hal ini, Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) mengambil langkah antisipasi agar kejadian serupa tak terjadi di kotanya. Mereka segera menurunkan petugas untuk monitoring di Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan dan klinik-klinik.
“Dari monitoring tersebut dilakukan kontrol, bagaimana sistem pembuangan alat tes rapid antigen tersebut. Bagaimana pembuangan limbah medisnya. Kami juga minta, sebelum dibuang alat dirusak agar tidak digunakan kembali,” kata Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, Jumat (30/4).
Tim DKK Balikpapan dengan dipimpin Andi Sri Juliarty mengatakan, penggunaan alat rapid antigen bekas ini membahayakan masyarakat. Sehingga harus diantisipasi agar kejadian yang sama tak terjadi di Balikpapan.
“Sangat disayangkan bisa terjadi. Makanya sistem pengawasan dan kontrol kita tidak boleh lengah. Hal-hal yang kita tidak sangka bisa terjadi, kita kira tidak mungkin, nyatanya terjadi,” ungkapnya.
Termasuk sebelumnya sempat terjadi keteledoran di pemakaman COVID-19 Balikpapan. Yakni penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa baju hazmat secara berulang.
“APD bekas kan. Itu harus dicek ulang seluruh pembuangan limbah medis. Juga monitoring pihak ketiga yang bertugas memusnahkan limbah medis berkaitan dengan COVID-19,” terangnya.
Limbah medis ini penanganannya tentu berbeda dengan limbah biasa. Menurutnya, jangan sampai bocor apalagi diambil pemulung.
Untuk Kota Balikpapan, lanjutnya, sejauh ini belum ada ditemukan. Rizal berharap ini tidak terjadi di Kota Minyak, sebutan Balikpapan. Apalagi kontrol hingga ke dalam diakuinya cukup sulit dilakukan.
“Apalagi di Sumatera Utara yang terlibat adalah manager-nya. Bahkan yang mimpin kejahatan ini. Jangan sampai bermotif keuntungan melahirkan merugikan konsumen atau pasien,” katanya.
Aturan mengenai pembuangan limbah medis ini sebenarnya sudah diatur dalam SOP mereka. Dilakukan kontrol secara internal oleh mereka. “Tapi kalau yang mengontrol ikut terlibat bagaimana? Makanya harusnya dari atasannya lagi juga mengontrol agar sistem berjalan. Jangan sampai terlibat di level pimpinan,” kata Rizal.
Sehubungan itu, Rizal berencana untuk mengumpulkan klinik dan pelaksana protokol kesehatan. Termasuk dari perusahaan besar, terutama rumah sakit yang banyak melayani pasien COVID-19.
“Terutama klinik akan dikontrol. Jangan sampai limbah medisnya dimanfaatkan, digunakan ulang. Tentu bukan lembaga yang bermain tapi oknum,” tandasnya.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan, Andi Sri Juliarty mengungkapkan, pihaknya memang langsung menginstruksikan staf melakukan pengawasan di laboratorium pelayanan kesehatan. Karena kasus di Sumatera Utara terjadi bandara, pihaknya juga berkomunikasi dengan GM Angkasa Pura I, sebagai pengelola Bandara Sepinggan.
Ia mengajak pihak Bandara Sepinggan untuk bersama-sama melakukan monitoring. “Tapi kami sebenarnya selama ini terus memonitoring dan tidak pernah ada masalah serupa seperti di Sumatera Utara,” kata Dio, sapaan Andi Sri Juliarty.
Dalam hal ini pemeriksaan tes rapid antigen terhadap pasien. Harusnya segel alat tes rapid dibuka di depan pasien tersebut. “Makanya pasien harus menjadi konsumen cerdas dan benar-benar memperhatikan segel alat tes. Segelnya harus dibuka di depan mereka,” ujarnya lagi.
Ia menegaskan bahwa alat rapid test antigen ini sekali pakai. Dan setelah itu menjadi limbah medis harus dimusnahkan melalui mekanisme pembuangan limbah B3. Alat semacam itu adalah sekali pakai dan tidak bisa digunakan berulang atau reuse.
“Yang berbahaya kalau digunakan untuk orang yang terkonfirmasi positif. Bisa jadi pasien selanjutnya positif juga. Kami saat ini juga menunggu informasi perkembangan kasus di sana. Biar pihak kepolisian yang bertindak,” kata Dio.
Dio juga menjelaskan, pada hari ini (30/4), pihaknya menurunkan tiga tim monitoring. Sasaran adalah laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan rapid test antibodi, rapid test antigen dan PCR. Ada sejumlah arahan yang disampaikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang jadi sasaran.
“Semua laboratorium wajib memiliki SOP pelayanan rapid antibodi, antigen, dan PCR. Semua pasien kemudian diminta menunjukkan KTP dan petugas mencocokkan wajah pasien dengan foto di KTP,” sebutnya.
Selain itu plastik alat rapid antigen harus masih baru dan dibuka didepan konsumen. Setelah dilakukan pemeriksaan, maka stick dirusak atau dipatahkan agar tidak dapat dipakai ulang. Demikian juga plastik Genose dirusak dulu sebelum diimasukkan ke tempat penampungan limbah B3.
“Laboratorium harus mempunyai kontrak kerja sama dengan pihak penyedia jasa pemusnahan limbah B3. Atau jika laboratorium milik rumah sakit, dapat dimusnahkan di sarana rumah sakit yang telah berizin,” tegasnya.
Semua limbah medis ini harus ditimbang dan dicatat sebelum dimusnahkan. Laboratorium wajib mempunyai kartu stock alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang diisi setiap hari sehingga diketahui jumlah alat dan BMHP yang terpakai setiap hari.
“Masyarakat kami imbau melaporkan jika menemukan calo atau oknum yang menawarkan pemeriksaan rapid antibodi, antigen atau PCR tanpa melakukan pemeriksaan yang sesuai dengan ketentuan,” tegasnya. **
Penulis: Dias Ramadani | IDN Times