Dirut PDAM Samarinda Dipolisikan Pelanggan

SAMARINDA – Pelanggan PDAM Tirta Kencana Samarinda, Kalimantan Timur melaporkan Direktur Utama (Dirut) perusahaan pelat merah tersebut, ke polisi. Pelanggan itu ialah Erwin Wahyudi, melalui kuasa hukumnya Aras.

Dirut PDAM Tirta Kencana Samarinda ialah Noor Wahid Hasyim. Erwin melaporkan terkait dugaan kaus penggelapan.

Aras menjelaskan, soal pelanggan laporkan dirut PDAM Samarinda ke polisi. Persoalannya ialah, adanya pengalihan dua meteran air dari warga yang sudah membayar senilai Rp 5,1 juta pada 2012.

Namun meteran itu diduga dialihkan atau dijual kembali ke pelanggan lain. Dugaan muncul, sebab setelah membayar selama delapan tahun, dua meteran tersebut tak juga dipasang petugas PDAM di rumah yang bersangkutan.

“Meteran air yang sudah dibayar itu diduga dijual lagi ke pelanggan lain tanpa memberitahu kami,” ungkap Aras, Selasa (27/4).

Dijelaskan, petugas PDAM semesetinya sudah memasang dua meteran tersebut, paling lambat dua hari setelah pembayaran. Kemudian, Aras mengacu surat keputusan Dirut PDAM 2020, bahwa pengalihan kepemilikan meteran juga tak dibenarkan.

“Tindakan ini sangat merugikan klien saya yang sudah melakukan pembayaran,” tegas Aras.

Dugaan modus jual beli meteran, kata aras dikategorikan penggelapan yang merugikan kliennya sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP.

“Kami sudah lapor polisi. Kerugian klien saya memang kecil nilainya. Tapi kami menduga hal yang sama banyak terjadi di masyarakat. Dengan laporan ini saya harap bisa jadi pemicu masyarakat lebih banyak melapor,” ungkapnya.

Terpisah, Direktur PDAM Tirta Kencana Samarinda Noor Wahid Hasyim mengatakan, alasan meteran air tak dipasang karena petugas pencatat meter sudah survei ke lokasi.

“Tidak ditemukan rumahnya. Begitu dikonfirmasi ke pemiliknya enggak ada juga. Bagaimana kami mau memberi tahu?” ucap Wahid, Rabu (28/4).

Wahid juga menjelaskan terkait meteran tersebut dipasang ke pelanggan baru. Sebab, kata Wahid, dua pelanggan tersebut tak membayar kewajiban abonemen atau beban meter kepada PDAM.

Terhitung sejak 2012, total biaya abonemen yang harus dibayar berkisar Rp 900 ribu. “Ditambah perjanjian dalam kontrak selama tiga bulan tidak memenuhi kewajiban, maka PDAM berkewajiban memutus. Itu ada di kontrak,” jelasnya.

Wahid bilang, proses pengalihan melalui proses panjang, survei lapangan juga dilakukan. “Jadi tidak serta merta kami berikan ke pelanggan lain,” tutur Wahid.

Meteran dialihkan ke pelanggan baru, sejalan dengan banyaknya permohonan pemasangan dari pelanggan baru. Kendati demikian, kebijakan PDAM sebagai dasar menekan piutang. Serta proses pindah tangan itu pun dengan catatan pelanggan baru membayar tunggakan dari pelanggan yang tidak aktif.

“Itu sudah ada diatur dalam kontrak. Makanya dalam kontrak itu pelanggan membayarkan abonemen tersebut. Jika tidak dibayarkan, kami berhak memindahtangankan meteran air itu,” tegasnya.

Perihal laporan penggelapan yang dilayangkan kepadanya, Wahid menyerahkan sepenuhnya ke kepolisian. “Jika nanti dipanggil, saya pasti urus itu. Bahkan sudah diselidiki oleh penyidik,” pungkasnya. **

Penulis: Basuki DH | Busamtv.com

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *