M. Noor, Pelopor Infrastruktur Kalimantan

Pangeran Mohammad Noor,

DIALAH Pangeran Mohammad Noor, yang menjadi satu-satunya tokoh Kalimantan, yang beberapa waktu lalu telah diresmikan oleh Presiden RI sebagai pahlawan nasional. Pangeran Mohammad Noor merupakan bangsawan Kesultanan Banjar yang lahir di Martapura, Kalimantan Selatan, 24 Juni 1901. Dalam keberadaannya Noor punya jasa besar tatkala ditunjuk menjadi gubernur pertama Kalimantan yang kala itu masih disebut Borneo.

Dikutip melalui Historia, sejarawan Sulawesi Selatan menyebut bahwa Noor merupakan gubernur pertama yang memiliki andil juga jasa besar dalam mempersatukan pejuang di Kalimantan.

Dalam keberadaannya, Noor tidaklah sulit untuk mengenyam pendidikan di zaman kolonial, sebab kehadirannya sebagai seorang bangsawan membuatnya berhak mendapat bangku pendidikan yang baik. Diketahui bahwa Noor berkuliah di Technische Hooge School di Bandung. Di sana Noor mendalami teknik lingkungan.

Tak hanya itu ia pun aktif sebagai anggota Jong Islamieten Bond (Ikatan Pemuda Islam). Di tahun 1927 ia pun berhasil meraih gelar insinyur sipil dan menjadi orang Kalimantan pertama yang memiliki predikat sarjana.

Sebelumnya, Noor sempat menjadi pegawai kolonial dan lama menghabiskan waktunya di tanah Jawa sebagai teknokrat. Setelah lulus kulia, ia diangkat sebagai insinyur sipil pada Departement Verkeer dan Waterstaat yang menangani persoalan irigasi di Tegal.

Ir Pangeran Mohammad Noor (kanan) © Muhammad Ramli Arisno

Lalu tahun 1929 ia dimutasi ke Malang kemudian Batavia dan pada 1933 ia kembali ke Banjarmasin. Di sana, selain mendedikasian keahliannya dalam membenahi irigasi, Noor juga terjun ke politik sebagai anggota Dewan Rakyat Hindia, Voolkraad, menggantikan posisi ayahnya, Pangeran Ali.

Memasuki masa pendudukan Jepang, Noor diketahui menetap di Bondowoso dan mengemban tugas sebagai Kepala Irigasi Pakalem-Sampean. Lalu di awal 1945 ia diangkat menjadi wakil Sumbucho.

Sebagai bagian dari tokoh kemerdekaan Indonesia, jejak Noor hadir saat dirinya menjadi salah satu anggota BPUKI. Ia mewakili wilayah Kalimantan. Tepat saat Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemedekaan Indonesia, Noor kemudian ditunjuk menjadi Gubernur Kalimantan.

Disebutkan pula bahwa satu-satunya gubernur pertama yang bukan orang Soekarno ialah Mohammad Noor. Sebab Noor rupanya lebih dekat dengan Bung Hatta ketimbang Soekarno.

Menariknya, meski menjabat sebagai gubernur Kalimantan namun untuk sementara waktu ia berkantor di Jakarta. Sebab menjadi gubernur saat kondisi revolusi tengah bergolak tentu bukanlah perkara mudah. Apalagi di Kalimantan sedang terjadi keadaan yang cukup pelik.

Saat itu infrastruktur dan fasilitas yang menunjang roda pemerintahan sangat terbatas. Lebih lagi, Belanda masih berniat untuk kembali berkuasa di Kalimantan yang kaya akan sumber daya alam. Persoalan semakin bertambah sebab Kalimantan memiliki kelompok sosial yang beragam dengan kepentingan yang beragam pula. Tak sedikit kelompok-kelompok tersebut cenderung menerima Belanda kembali.

Noor sendiri menjadi sukar untuk menjangkau daerah yang dipimpinnya. Bahkan situasi yang tidak kondusif praktis membuatnya tak berada di Kalimantan selama revolusi. Ia pun memerintah dari Yogyakarta, yang kemudian ia turut merangkap sebagai penasihat presiden dalam Dewan Pertimbangan Agung.

Ir Pangeran Mohammad Noor | Sumber dok: Muhammad Ramli Arisno

Di masa kepemimpinannya, kebijakan Noor yang paling terkenal ialah terkait pembentukan elite MN 100 (Mohammad Noor 1001). Mereka berasal dari pemuda-pelajar Kalimantan yang dipersiapkan untuk terjun ke Palagan Kalimantan. Pasukan MN 1001 sendiri merupakan kekuatan revolusi terbesar kedua setelah ALRI Divisi IV Kalimantan. Komandannya pun ialah seorang putra Dayak yakni Tjilik Riwut.

Melalui MN 1001, Noor kemudian mencetus gagasan pasukan payung (para troops) untuk menembus blokade laut Belanda di Kalimantan. Pada 1974, Noor menginisiasi pembentukan armada ALRI Divisi IV yang dipimpin oleh Kolonel Zakaria Madun yang lalu diteruskan Hassan Basry.

Noor juga menerbitkan majalah Mimbar Indonesia, yang mana segmen pembacanya ialah rakyat Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda. Media ini kemudian berperan besar dalam menggaungkan seruan integrasi Republik dan menolak konsep negara federal warisan Belanda.

Jabatan gubernur pun disandangnya hingga tahun 1950. Di 1956-1959 Noor sempat menjadi Menteri Pekerjaan Umum era Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Di masa Orde Baru hingga akhir hayatnya ia berkhidmat menjadi wakil rakyat Kalimantan dalam DPR/MPR.

Mohammad Noor pun diketahui menghembuskan nafas terakhirnya di Jakarta, 15 Januari 1979. Ia dimakamkan di Komplek Pemakaman Sultan Adam, Martapura, Kalimantan Selatan.**

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }