newsborneo.id – Ismail Bolong menjadi tersangka kasus tambang batu bara ilegal. Kasus itu bukan kasus aliran dana tambang ke petinggi Polri sebagaimana yang diakui dia sebelumnya. Penetapan Ismail Bolong sebagai tersangka kasus tambang ilegal disampaikan Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah, 8 Desember 2022.
Menurut Nurul Azizah, selain menangkap Ismail Bolong, Bareskrim Polri juga menyita sejumlah barang bukti terkait kasus tambang ilegal yang menyeret nama Ismail Bolong. Kasus itu terjadi di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim). Ismail Bolong sendiri merupakan mantan anggota polisi di Polresta Samarinda.
Kombes Pol Nurul Azizah juga menyampikan barang bukti yang telah disita yakni 36 unit dump truk. Kendaraan itu menjadi alat pengangkut mengangkut batubara hasil penambangan ilegal. Selain itu, penyidik juga turut menyita dua ekskavator yang digunakan dalam kegiatan tambang ilegal beserta tumpukan batu bara hasil penambangan di Kalimantan Timur.
“Tiga unit handphone berbagai merek, berikut sim card, tiga buah buku tabungan dari berbagai bank, dan bundel rekening koran,” ujar Kombes Pol Nurul Azizah, Kamis (8/12/2022).
Kombes Pol Nurul Azizah juga menjelaskan, penyitaan tersebut dilakukan penyidik dari tiga tempat kejadian perkara (TKP) penambangan ilegal. Dua dari tiga lokasi itu yakni Terminal Khusus (Tersus) PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak. Lokasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) milik PT Santan Batubara (SB).
“Stock Room atau Lokasi Penyimpanan Batu bara Hasil Penambangan Ilegal yang juga termasuk dalam PKP2B PT Santan Batubara,” ujar Nurul Azizah melalui CNN Indonesia.
Atas perbuatannya, Ismail Bolong dan dua orang lainnya dijerat dengan Pasal 158 dan Pasal 161 UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. “Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” ujar Nurul Azizah.
Ismail Bolong sebelumnyaa mengaku sebagai pengepul batu bara ilegal di Kaltim dan menyebut ada aliran dana kepada sejumlah anggota Polri. Salah satunya, Ismail pernah mengaku memberikan uang koordinasi dengan total Rp 6 miliar ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Namun, beberapa waktu setelah membuat pengakuan itu, Ismail justru menyampaikan permintaan maaf kepada Agus. Dia juga katakan saat itu di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu masih menjabat sebagai Karopaminal Polri.
Sementara itu, usai sidang, Hendra Kurniawan mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri menyatakan tidak bnyak berkomentar soal penetapan tersangka Ismail Bolong dalam kasus tambang ilegal. Diketahui sebelumnya, Ismail Bolong pernah menyatakan bahwa dia diperiksa oleh Brigjen Hendra Kurniawan dalam kasus tambang ilegal itu.
“Tanya ke yang berwenang,” ujar Hendra Kurniawan usai sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir Josua, Kamis 8 Desember 2022. (*)