Kucing Misterius Kalimantan Terekam Kamera setelah 2 Dekade Menghilang

Redaksi
3 Jun 2025 22:53
Ragam 0
2 menit membaca

MALINAU – Sosok kucing langka dari Kalimantan kembali muncul. Tubuhnya ramping. Ekornya panjang dan berwarna merah keemasan. Ia berjalan cepat di atas batang kayu roboh di hutan.

Itulah rekaman terbaru dari kucing merah kalimantan (Catopuma badia), salah satu satwa paling misterius di dunia. Sosoknya terekam kamera pengintai di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM), Kalimantan Utara.

Rekaman itu diunggah Balai Taman Nasional Kayan Mentarang melalui akun Instagram resmi mereka pada 20 Maret 2025. Penampakan ini menandai kembalinya spesies tersebut ke hadapan kamera—setelah terakhir kali terekam pada 2003, dua dekade lalu.

Kepala Balai TNKM, Seno Pramudito, membenarkan rekaman itu. “Ditemukan lewat camera trap. Yang terakhir terlihat tahun 2003,” katanya, dikutip dari Radar Tarakan.

Menurut catatan, ini adalah kali ketiga kucing merah Kalimantan tercatat secara resmi. Pertama, pada 1957 oleh naturalis asal Prancis, Pierre Pfeffer. Kedua, pada 2003 lewat proyek WWF dan Dave Augeri.

Rekaman terbaru ini berasal dari kamera yang dipasang pada 2023 oleh dua petugas TNKM: Josua Wandry Nababan dan Novaldo Markus. Video diunduh pada 2024 dan baru dipublikasikan pada Maret 2025.

Kucing merah Kalimantan dijuluki sebagai kucing paling misterius di dunia. Pengetahuan ilmiah tentangnya sangat terbatas.

Menurut IUCN, selama lebih dari satu abad, informasi tentang satwa ini hanya berdasarkan beberapa kulit dan kerangka yang dikoleksi sejak akhir 1880-an. Bahkan, pengamatan perilaku terakhir tercatat tahun 1893.

Ada dua tipe warna: abu-abu dan merah. Warna merah lebih umum dijumpai. Ekornya panjang, mencapai 73 persen dari panjang tubuhnya. Secara genetis, kucing merah berkerabat dekat dengan kucing emas Asia (Pardofelis temminckii).

Namun, kucing emas tidak ditemukan di Kalimantan. Sementara kucing merah adalah spesies endemik pulau ini.

Hasil pengamatan memperkirakan kucing merah hanya hidup di wilayah-wilayah tertentu di Kalimantan, Sabah, dan Sarawak. Di Kalimantan, mereka pernah terlihat di hulu Sungai Mahakam, Muara Rekut, dan Danum Valley.

Kepadatan populasinya diperkirakan satu ekor per 100 km persegi. Itu berarti, hanya ada sekitar 2.200 individu dewasa yang tersisa di alam liar.

Berbeda dengan kerabatnya, kucing emas, kucing merah sangat bergantung pada hutan hujan tropis yang utuh. Mereka tidak bisa hidup di savana, kebun sawit, atau hutan terbuka. Itulah sebabnya, deforestasi menjadi ancaman paling serius. [RED]

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@media print { .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } } .c-float-ad-left { display: none !important; } .c-float-ad-right { display: none !important; } .c-author { display: none !important; } .c-also-read { display: none !important; } .single-post figure.post-image { margin: 30px 0 25px; } #pf-content img.mediumImage, #pf-content figure.mediumImage { display: none !important; }